Foto: Syahbandi |
BULUKUMBA, domainrakyat.com - Serikat Pelaut Bulukumba (SPB) kembali berhasil mengadvokasi kasus perselisihan hubungan industrial beberapa crew kapal yang bekerja di PT. Aneka Samudra Lintas. Upaya penyelesaian perkara hak pekerja laut ini dikabarkan berjalan dramatis.
Berdasarkan informasi yang diperoleh dari bidang advokasi hukum SPB Reski Eka Putri, SH bahwa PT. Aneka Samudra Lintas telah melakukan pemutusan hubungan kerja secara sepihak pada beberapa crew kapal dengan alasan kapal milik perusahaan tersebut telah dijual sementara crew kapal diturunkan pada saat kapal sedang beroperasi.
Lanjut Reski Eka Putri, bahwa ada sebelas orang crew kapal yang di PHK sepihak oleh PT. Aneka Samudra Lintas, yakni Darling, Hastaman, Ahmad Akbar, Ahmad Taslim, Mustiar, Sukirman, Musfidar, Harpiandi, Muhammad Risal, Jefri Rantekalla, dan Marianto Tandi Paladang.
Sebelas crew kapal ini berdasarkan surat pengaduannya di SPB mengaku telah di berhentikan secara sepihak dan hak mereka juga tidak di berikan oleh pihak perusahaan, justru kesebelas crew kapal ini diturunkan dari kapal saat kapal sedang beroperasi, Jelas Reski.
Reski kepada domaianrakyat.com menjelaskan bahwa upaya pendampingan melalui perundingan Bipartit yang ditempuh oleh SPB kepada PT. Aneka Samudra Lintas awalnya mengalami kendala karena pihak perusahaan tidak memberi respon. Sehingga pada tanggal 1 Agustus 2022, pihak SPB kembali mengupaya perundingan tripartit dengan mengajukan permohonan mediasi ke Dinas Tenaga Kerja Balikpapan. Hal tersebut dilakukan SPB berdasarkan mutasi off yang diterima crew kapal dari PT. Aneka Samudra Lintas di daerah Balikpapan.
Dinas Tenaga Kerja Balikpapan dengan melihat Surat Perjanjian Kerja Laut antara crew kapal dengan perusahaan dilakukan diwilayah kerja Disnaker Pontianak, sehingga menolak untuk melakukan mediasi dengan alasan diluar kewenangan Disnaker Balikpapan.
Mengalami kendala di Balikpapan, SPB kembali berupaya melayangkan persuratan perundingan tripartit di Disnaker Pontianak, namun lagi-lagi mendapat penolakan dari pihak Disnaker setempat dengan dalih bahwa perkara yang diajukan SPB adalah perkara ketenagakerjaan antar provinsi, sehingga menurut Disnaker Pontianak penyelesaiannya di dinaker provinsi.
Kembali mengalami kendala di Disnaker Pontianak, SPB kembali mengajukan perundingan tripartit di Disnaker Provinsi, namun pihak Disnaker Provinsi menganjurkan agar perkara ini diselesaikan di Kemenaker RI.
Akhirnya pada tanggal 5 Desember 2022 melayangkan persuratan ke Kemenaker RI dan pada tanggal 8 Desember 2022 pihak Kemenaker mengundang SPB untuk rapat klarifikasi perundingan tripartit pertama. Kemudian pada tanggal 13 Desember kembali di undang Kemenaker rapat perundingan tripartit kedua, hingga pada tanggal 25 Desember perundingan tripartit antara SPB dengan PT. Aneka Samudra Lintas yang di mediasi oleh Kemenaker akhirnya final.
Pendampingan terhadap sebelas crew kapal yang haknya tidak dipenuhi setelah di PHK oleh PT. Aneka Samudra Lintas, akhirnya menemui titik kesepakatan pada tanggal 25 Desember 2022 melalui perundingan tripartit yang di mediasi langsung oleh Kementrian Tenaga Kerja RI di Jakarta dimana hasil perundingan tersebut PT. Aneka Samudra Lintas bersedia membayarkan hak seluruh crew kapal.
Dikonfirmasi terpisah, ketua umum SPB Muhammad Safri mengatakan bahwa perjuanga yang dilakukan SPB bukan kali pertama, sudah ada beberapa kasus perselisihan industrial pekerja laut yang telah diselesaikan pihaknya melalui upaya perundingan baik secara Bipartit maupun tripartit.
Muhammad Safri menghimbau kepada seluruh pekerja untuk tidak takut mengadukan ke serikat jika mengalami kasus seperti yang dialami oleh 11 crew kapal yang bekerja di PT. Aneka Samudra Lintas.
Selain himbauan kepada pekerja laut, Muhammad Safri juga menghimbau kepada seluruh koorporasi yang bergerak di bidang industrial pelayaran bahwa ada undang-undang dan peraturan pemerintah yang mengatur tentang hak pekerja.
"Undang-undang No.13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, dan peraturan pemerintah No.35 Tahun 2021 sudah jelas mengatur beberapa instrumen hak pekerja, mulai perjanjian kerja waktu tertentu, alih daya, waktu kerja dan waktu istirahat, dan pemutusan hubungan kerja, jika ini dilanggar oleh koorporasi maka sama saja melakukan kejahatan kemanusiaan" Tegas Safri.